Pendekatan Antropologis,Sosiologis,Fenomenologis,Filosofis,Historis dan Politis - Yusril Samalanga -->





KATA PENGANTAR 
          Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karunia-nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Metodeologi Studi Islam yang insyaallah tepat pada waktunya.
          Terimakasih penulis ucapkan kepada Bpk/Ibu Dosen.  Mata pelajaran kuliah Metodeologi Studi Islam, yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.
          Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
 





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang……………………………………………………………………………….1
B.  Rumusan masalah…………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pendekatan Antropologis……………………………………………………………………....3
B. Pendekatan sosiologis…………………………………………………………………………..3
C. Pendekatan fenomenologis……………………………………………………………………..4
D. Pendekatan filosofis…………………………………………………………………………….4
E. Pendekatan historis……………………………………………………………………………..5
F. Pendekatan politis……………………………………………………………………………….5

BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan……………………………………………………………………………………..7           
B.  Saran…………………………………………………………………………………………....7

DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
          Saat ini kehadiran pada da’i semakin dituntut untuk ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Para da’i tidak boleh hanya menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar menyampaikan pesan-pesan agama dalam khutbah, melainkan secara konsepsional para da’i dituntut mampu memecahkan berbagai persoalan dan dinamika hidup yang terjadi dalam masyarakat luas.
           Meminjam istilah Achmad Satori Ismail, bahwa tidak mungkin mengamalkan Islam secara komprehensif kalau seorang da’i tidak memiliki ilmu keislaman yang luas. Oleh sebab itu, seorang da’i harus memiliki ilmu terlebih dahulu tentang keislaman- termasuk memiliki ilmu tentang al-Qur’an, hadits, usul fiqh, dan lain-lain.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
          Berkenaan dengan pemikiran di atas, maka pada tulisan ini pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut, kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
       Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis, normatif, antropologis, sosiologis, fenomenologis, filosofis, historis, politis, psikologis, dan interdisipliner. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.
           Sedangkan menurut Parsudi Suparlan, dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian tetapi juga mencakup pengertian metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
 
B. Rumusan masalah
    Makalah yang kami bahas ini mempunyai beberapa rumusan masalah, yaitu :
A. Pendekatan Antropologis
B. Pendekatan sosiologis
C. Pendekatan fenomenologis
D. Pendekatan filosofis
E. Pendekatan historis
F. Pendekatan politis





BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pendekatan Antropologis
          Kata Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara sederhana, Antropologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita akan semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang mempelajari manusia.  
          Lalu, apa sebenarnya yang dipelajari Antropologi? Menurut William A. Haviland, seorang antropolog Amerika, Antropologi adalah ilmu yang pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman manusia dan kebudayaannya. Dengan mempelajari kedua hal tersebut, Antropologi adalah studi yang berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.  
         Koentjaraningrat, bapak Antropologi Indonesia, mendukung definisi Antropologi yang diberikan oleh Haviland. la menyatakan bahwa Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat, serta kebudayaan yang dihasilkannya. 

B.  Pendekatan Sosiologis
          Definisi sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarakat dan gejala-gejala mengenai masyarakat. Sosiologi seperti itu disebut macro-sociology, yaitu ilmu tentang gejala-gejala sosial, institusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Secara sempit sosiologi didefinisikan sebagai ilmu tentang perilaku sosial ditinjau dari kecendrungan individu dengan individu lain dengan memperhatikan simbol-simbol interaksi.
            Pada dasarnya sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan sosial manusia dalam tata kehidupan bersama. Ilmu ini memusatkan telaahnya pada kehidupan kelompok dan tingkah laku sosial lengkap dengan produk kehidupannya. Sosiologi tidak tertarik pada masalah-masalah yang sifatnya kecil, pribadi, dan unik. Sebaliknya, ia tertarik pada masalah-masalah yang sifatnya besar dan substansial serta dalam konteks budaya yang lebih luas.
          Penerapan pendekatan sosiologis Islami di antaranya misalnya bagaimana implementasi syariah dalam masyarakat Islam. Dengan catatan bahwa peneliti harur menjauhi sikap purbasangka negatif. Cukup banyak negara muslim yang bisa dijadikan sample dalam penelitian ini, antara lain Malaysia, Indonesia, Pakistan, Saudi Arabia, dan Mesir. Yang dimunculkan dalam penelitian ini bukan segi-segi yang bersifat konflik antara hukum Islam dan masyarakat, melainkan justru segi-segi positifnya. 

C.   Pendekatan Fenomenologis            
           Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa Indonesia biasa dipakai istilah gejala. Jadi fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomenon, atau segala sesuatu yang menampakkan diri.
       Tokoh fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938), ia adalah pendiri fenomenologi yang berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang, dan manusia dapat mencapainya. Adapun inti pemikiran fenomenologi menurut Husserl adalah bawah untuk menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali kepada “benda-benda” sendiri. Dalam bentuk slogan pendirian ini mengungkapkan dengan kalimat zu den sachen (to the things). Kembali kepada “benda-benda” dimaksudkan adalah bahwa “benda-benda” diberi kesempatan untuk berbicara tentang hakikat dirinya. Pernyataan tentang hakikat “benda-benda” tidak lagi bergantung kepada orang yang membuat pernyataan, melainkan ditentukan oleh “benda-benda” itu sendiri.

D.   Pendekatan Filosofis
          Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
           Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan harganya yang berlain-lainan namun inti semua pulpen itu adalah sebagai  alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua nama dan jenis pulpen. 

E.  Pendekatan Historis
        Pendekatan historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
          Sedangkan menurut Azyumardi Azra, sejarah dari kata Arab syajarah yang berarti pohon. Pengambilan istilah ini agaknya berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah- setidaknya dalam pandangan orang pertama yang menggunakan kata ini- menyangkut tentang antara lain, syajarah al-nasâb, pohon genealogis yang dalam masa sekarang agaknya bisa disebut sejarah keluarga (family history). Atau boleh jadi juga karena kata kerja syajarah juga punya arti to happen, to occur, dan to develop. Namun selanjutnya, sejarah dipahami mempunyai makna yang sama dengan târikh (Arab), istoria (Yunani), history atau geschichte (Jerman), yang secara sederhana berarti kejadian-kejadian menyangkut manusia pada masa silam.
 
F.  Pendekatan Politis
           Kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Secara leksikal, kata asal tersebut berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata Latin politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city (kota).
           Politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti, yaitu: segala urusan tindakan, kebijaksanaan, dan siasat- mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan yaitu politik.
          Dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Dalam hal ini Islam tidak mengajarkan ketaatan buta terhadap pemimpin. Islam menghendaki suatu ketaatan kritis, yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolok ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bertentangan dengan kehendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pimpinan tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi. 




BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
          Studi mengenai Islam dan tentang aspek-aspek keislaman dari kebudayaan masyarkat Islam, suatu distingsi harus dibuat antara Islam normatif (preskripsi-preskripsi, norma-norma, dan nilai-nilai yang termuat dalam petunjuk kitab suci) dan Islam aktual (semua bentuk gerakan, praktek, dan gagasan yang pada kenyataannya eksis dalam masyarakat Muslim dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda).
          Studi normatif terhadap Islam, yang umumnya dikerjakan kaum Muslim sendiri untuk menemukan kebenaran religius, meliputi studi-studi tafsir, hadits, fiqih, dan kalam. Kemudian studi selanjutnya non-normatif terhadap aspek-aspek kebudayaan dan masyarakat Muslim, dalam pengertian yang lebih luas: meliputi telaah Islam dari sudut sejarah dan sastra atau antropologi, sosiologi dan lain-lain.

B.  Saran-Saran
          Dari uraian tersebut kita melihat ternyata semua agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teologi, sosiologi, antropologi, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teologi dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.





DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syamsuddin, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Abdullah, Taufik dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar,  Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Azhari, Tahir, “Penelitian Agama Islam: Tinjauan Disiplin Ilmu Hukum,”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Bandung: Nuansa, 2001.
Azra, Azyumardi, Islam Substantif: Agar Umat Tidak Jadi Buih, Bandung: Mizan, Cet. 1, 2000.
---------,“Penelitian Non-Normatif tentang Islam: Pemikiran Awal tentang Pendekatan Kajian Sejarah pada Fakultas Adab,” Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antara Disiplin Ilmu, Bandung: Pusjarlit, 1998.
Bakker, Anton, Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.
Bertens, K., Filsafat Barat Dalam Abad XX, Jakarta: PT Gramedia, 1981.
Echols, John M., Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1979.
Edward Paul, (ed), The Encyclopaedia of Philosophy, Vol. 5, New York: MacMilan Publishing Co., Inc and Free Press, 1972.

Pendekatan Antropologis,Sosiologis,Fenomenologis,Filosofis,Historis dan Politis






KATA PENGANTAR 
          Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karunia-nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Metodeologi Studi Islam yang insyaallah tepat pada waktunya.
          Terimakasih penulis ucapkan kepada Bpk/Ibu Dosen.  Mata pelajaran kuliah Metodeologi Studi Islam, yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.
          Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
 





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang……………………………………………………………………………….1
B.  Rumusan masalah…………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pendekatan Antropologis……………………………………………………………………....3
B. Pendekatan sosiologis…………………………………………………………………………..3
C. Pendekatan fenomenologis……………………………………………………………………..4
D. Pendekatan filosofis…………………………………………………………………………….4
E. Pendekatan historis……………………………………………………………………………..5
F. Pendekatan politis……………………………………………………………………………….5

BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan……………………………………………………………………………………..7           
B.  Saran…………………………………………………………………………………………....7

DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
          Saat ini kehadiran pada da’i semakin dituntut untuk ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Para da’i tidak boleh hanya menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar menyampaikan pesan-pesan agama dalam khutbah, melainkan secara konsepsional para da’i dituntut mampu memecahkan berbagai persoalan dan dinamika hidup yang terjadi dalam masyarakat luas.
           Meminjam istilah Achmad Satori Ismail, bahwa tidak mungkin mengamalkan Islam secara komprehensif kalau seorang da’i tidak memiliki ilmu keislaman yang luas. Oleh sebab itu, seorang da’i harus memiliki ilmu terlebih dahulu tentang keislaman- termasuk memiliki ilmu tentang al-Qur’an, hadits, usul fiqh, dan lain-lain.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
          Berkenaan dengan pemikiran di atas, maka pada tulisan ini pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut, kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
       Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis, normatif, antropologis, sosiologis, fenomenologis, filosofis, historis, politis, psikologis, dan interdisipliner. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.
           Sedangkan menurut Parsudi Suparlan, dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian tetapi juga mencakup pengertian metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
 
B. Rumusan masalah
    Makalah yang kami bahas ini mempunyai beberapa rumusan masalah, yaitu :
A. Pendekatan Antropologis
B. Pendekatan sosiologis
C. Pendekatan fenomenologis
D. Pendekatan filosofis
E. Pendekatan historis
F. Pendekatan politis





BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pendekatan Antropologis
          Kata Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara sederhana, Antropologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita akan semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang mempelajari manusia.  
          Lalu, apa sebenarnya yang dipelajari Antropologi? Menurut William A. Haviland, seorang antropolog Amerika, Antropologi adalah ilmu yang pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman manusia dan kebudayaannya. Dengan mempelajari kedua hal tersebut, Antropologi adalah studi yang berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.  
         Koentjaraningrat, bapak Antropologi Indonesia, mendukung definisi Antropologi yang diberikan oleh Haviland. la menyatakan bahwa Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat, serta kebudayaan yang dihasilkannya. 

B.  Pendekatan Sosiologis
          Definisi sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarakat dan gejala-gejala mengenai masyarakat. Sosiologi seperti itu disebut macro-sociology, yaitu ilmu tentang gejala-gejala sosial, institusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Secara sempit sosiologi didefinisikan sebagai ilmu tentang perilaku sosial ditinjau dari kecendrungan individu dengan individu lain dengan memperhatikan simbol-simbol interaksi.
            Pada dasarnya sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan sosial manusia dalam tata kehidupan bersama. Ilmu ini memusatkan telaahnya pada kehidupan kelompok dan tingkah laku sosial lengkap dengan produk kehidupannya. Sosiologi tidak tertarik pada masalah-masalah yang sifatnya kecil, pribadi, dan unik. Sebaliknya, ia tertarik pada masalah-masalah yang sifatnya besar dan substansial serta dalam konteks budaya yang lebih luas.
          Penerapan pendekatan sosiologis Islami di antaranya misalnya bagaimana implementasi syariah dalam masyarakat Islam. Dengan catatan bahwa peneliti harur menjauhi sikap purbasangka negatif. Cukup banyak negara muslim yang bisa dijadikan sample dalam penelitian ini, antara lain Malaysia, Indonesia, Pakistan, Saudi Arabia, dan Mesir. Yang dimunculkan dalam penelitian ini bukan segi-segi yang bersifat konflik antara hukum Islam dan masyarakat, melainkan justru segi-segi positifnya. 

C.   Pendekatan Fenomenologis            
           Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa Indonesia biasa dipakai istilah gejala. Jadi fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomenon, atau segala sesuatu yang menampakkan diri.
       Tokoh fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938), ia adalah pendiri fenomenologi yang berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang, dan manusia dapat mencapainya. Adapun inti pemikiran fenomenologi menurut Husserl adalah bawah untuk menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali kepada “benda-benda” sendiri. Dalam bentuk slogan pendirian ini mengungkapkan dengan kalimat zu den sachen (to the things). Kembali kepada “benda-benda” dimaksudkan adalah bahwa “benda-benda” diberi kesempatan untuk berbicara tentang hakikat dirinya. Pernyataan tentang hakikat “benda-benda” tidak lagi bergantung kepada orang yang membuat pernyataan, melainkan ditentukan oleh “benda-benda” itu sendiri.

D.   Pendekatan Filosofis
          Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
           Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan harganya yang berlain-lainan namun inti semua pulpen itu adalah sebagai  alat tulis. Ketika disebut alat tulis, maka tercakuplah semua nama dan jenis pulpen. 

E.  Pendekatan Historis
        Pendekatan historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
          Sedangkan menurut Azyumardi Azra, sejarah dari kata Arab syajarah yang berarti pohon. Pengambilan istilah ini agaknya berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah- setidaknya dalam pandangan orang pertama yang menggunakan kata ini- menyangkut tentang antara lain, syajarah al-nasâb, pohon genealogis yang dalam masa sekarang agaknya bisa disebut sejarah keluarga (family history). Atau boleh jadi juga karena kata kerja syajarah juga punya arti to happen, to occur, dan to develop. Namun selanjutnya, sejarah dipahami mempunyai makna yang sama dengan târikh (Arab), istoria (Yunani), history atau geschichte (Jerman), yang secara sederhana berarti kejadian-kejadian menyangkut manusia pada masa silam.
 
F.  Pendekatan Politis
           Kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Secara leksikal, kata asal tersebut berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata Latin politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city (kota).
           Politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti, yaitu: segala urusan tindakan, kebijaksanaan, dan siasat- mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan yaitu politik.
          Dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Dalam hal ini Islam tidak mengajarkan ketaatan buta terhadap pemimpin. Islam menghendaki suatu ketaatan kritis, yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolok ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bertentangan dengan kehendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pimpinan tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi. 




BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
          Studi mengenai Islam dan tentang aspek-aspek keislaman dari kebudayaan masyarkat Islam, suatu distingsi harus dibuat antara Islam normatif (preskripsi-preskripsi, norma-norma, dan nilai-nilai yang termuat dalam petunjuk kitab suci) dan Islam aktual (semua bentuk gerakan, praktek, dan gagasan yang pada kenyataannya eksis dalam masyarakat Muslim dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda).
          Studi normatif terhadap Islam, yang umumnya dikerjakan kaum Muslim sendiri untuk menemukan kebenaran religius, meliputi studi-studi tafsir, hadits, fiqih, dan kalam. Kemudian studi selanjutnya non-normatif terhadap aspek-aspek kebudayaan dan masyarakat Muslim, dalam pengertian yang lebih luas: meliputi telaah Islam dari sudut sejarah dan sastra atau antropologi, sosiologi dan lain-lain.

B.  Saran-Saran
          Dari uraian tersebut kita melihat ternyata semua agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teologi, sosiologi, antropologi, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teologi dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.





DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syamsuddin, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Abdullah, Taufik dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar,  Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Azhari, Tahir, “Penelitian Agama Islam: Tinjauan Disiplin Ilmu Hukum,”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Bandung: Nuansa, 2001.
Azra, Azyumardi, Islam Substantif: Agar Umat Tidak Jadi Buih, Bandung: Mizan, Cet. 1, 2000.
---------,“Penelitian Non-Normatif tentang Islam: Pemikiran Awal tentang Pendekatan Kajian Sejarah pada Fakultas Adab,” Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antara Disiplin Ilmu, Bandung: Pusjarlit, 1998.
Bakker, Anton, Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.
Bertens, K., Filsafat Barat Dalam Abad XX, Jakarta: PT Gramedia, 1981.
Echols, John M., Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1979.
Edward Paul, (ed), The Encyclopaedia of Philosophy, Vol. 5, New York: MacMilan Publishing Co., Inc and Free Press, 1972.

No comments

Subscribe Our Newsletter